Grasah-Grusuh Kebijakan Parkir, Pasang Dulu Diskusi Kemudian
5 min read
Ilustrator: Yehezkiel Wahyudi Odo
Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) bersiap menerapkan sistem parkir bertarif untuk warga kampus. Banyak mahasiswa yang mempertanyakan tentang kebijakan sistem parkir ini sebab kebijakan tersebut terkesan mendadak dan tanpa partisipasi.
Kebijakan parkir bertarif untuk warga kampus sudah hampir terealisasi. Hal ini dibuktikan dengan rampungnya pemasangan mesin-mesin sistem parkir di berbagai sudut alur mobilisasi kendaraan untuk masuk ke area kampus Unpar. Demi memuluskan kebijakan tersebut Unpar menggaet mitra kerja dengan Jasa Marga. Banyak mahasiswa yang mempertanyakan tentang kebijakan sistem parkir ini sebab kebijakan tersebut terkesan mendadak.
Pembangunan serta pemasangan portal mesin parkir Unpar sudah dibangun sejak Jumat (03/03) dengan pembangunan pertama di gate depan kampus lalu teruskan pada pintu masuk basement Pusat Pembelajaran Arntz-Geize (PPAG).
Reaksi Mahasiswa
Pemasangan portal parkir menjadi bahan perbincangan oleh warga kampus tak terkecuali mahasiswa. Banyak diantara mereka yang mempertanyakan bahkan menolak pemasangan tersebut. Menanggapi hal itu, Senat Mahasiswa mendata aspirasi dari mahasiswa yang disebar melalui google form pada Kamis (16/03).
“Dari jumlah aspirasi yang masuk, ada 1.040 aspirasi dari mahasiswa, aspirasi terbanyak mempersoalkan tentang tarif yang mencapai 300 suara” ujar Perwakilan Senat Mahasiswa ke Tim Redaksi Media Parahyangan pada Rabu (22/03).
Dari baliho yang dipasang, tarif parkir menggunakan metode pukul rata / flat. Untuk kendaraan mobil, pengguna di tarif Rp10.000 dan untuk motor di tarif Rp5.000.
Lebih lanjut, mengacu kepada hasil aspirasi yang dikeluarkan Senat Mahasiswa, pihak kampus menjanjikan bahwa kebijakan tarif parkir tidak akan diberlakukan sebelum KTM baru diproses. Serta sebelum kebijakan ini berlaku pihak kampus akan memberlakukan masa percobaan atau sosialisasi selama kurang lebih tiga bulan. Namun menurut Senat Mahasiswa, percobaan tiga bulan tersebut bersifat tentatif.
“Waktu berdialog, pihak Jasa Marga mengatakan bahwa tiga bulan tersebut mengacu pada praktik-praktik yang sudah terjadi. Dan tiga bulan tersebut juga bisa berubah. Mengenai tanggal pasti pelaksanaan (percobaan) , kami (Senat Mahasiswa) tidak diberitahu” Lanjut Perwakilan Senat.
Selain melalui jalur Senat Mahasiswa, respon mahasiswa juga terlihat melalui kolektif bersama mahasiswa Unpar yang bernama Kolektif Parahyangan Menggugat (KPM). Dari postingan pertama di instagramnya, KPM menyatakan bahwa tarif parkir yang tertera di baliho sangat merugikan mahasiswa.
Sampai pada Rabu (22/03), terdapat 2.093 akun yang meng click likes dan 137 akun yang meninggalkan comment. Mayoritas isi kolom komentar mempertanyakan urgensi kebijakan tersebut.
Aksi Nyata Kolektif Parahyangan Menggugat
Melalui akun instagramnya, KPM menginisiasi diskusi terbuka bagi seluruh mahasiswa Unpar untuk membahas kebijakan parkiran ini pada Senin (20/03).
Dalam forum diskusi tersebut, KPM menyatakan bahwa kebijakan parkir ini perlu ditinjau ulang, terlebih dampak dari berbagai aspek internal maupun eksternal.
Lebih lanjut, KPM menyebutkan bahwa terdapat 2 hal yang perlu ditinjau.
Pertama ditinjau dari letak geografisnya dimana Unpar berada di daerah yang kurang strategis karena luas jalan yang relatif sempit, hal ini dapat menimbulkan penumpukan volume kendaraan yang dapat mengganggu mobilitas.
Kedua ditinjau dari segi internal, apakah dapat tepat guna dalam pelaksanaannya atau malah memberatkan mahasiswa.
Sosialisasi Bukan Partisipasi
Pada awalnya, sosialisasi yang diberikan pihak kampus hanya sebatas pemasangan baliho di setiap portal mesin serta gerbang masuk basement. Dari baliho yang dipasang memuat informasi terkait bagaimana sistem parkir tersebut akan dijalankan seperti jam operasional, sistem pembayaran, dan nominal yang perlu dikeluarkan terkait parkir.
Namun karena terdapat desakan dari mahasiswa, akhirnya pihak kampus dan Jasa Marga mencoba berdialog dengan Senat Mahasiswa sebagai perwakilan mahasiswa pada Jumat (17/03). Sayangnya, Senat Mahasiswa hanya dilibatkan setelah adanya pemasangan portal, bukan sebelum pemasangan bahkan perencanaan kebijakan.
“Kami pun tidak tahu adanya pemasangan ini (portal parkir), tahu-tahu sudah ada pemasangan, baru kami mencoba untuk berdiskusi dengan pihak terakit” ujar Ketua Senat Mahasiswa pada Tim Redaksi Media Parahyangan pada Rabu (22/03)
Terkait permasalahan sosialisasi ini, KPM juga menanggapinya dengan mempertanyakan kebijakan yang terkesan mendadak bahkan tanpa didahului partisipasi mahasiswa.
“Mahasiswa seharusnya mendapatkan porsi partisipasi dari kebijakan ini (tarif parkir), jangan alih-alih beralasan bahwa kebijakan ini sudah pernah dilaksanakan sebelumnya” Ujar salah satu mahasiswa yang hadir di forum diskusi pada Tim Redaksi Media Parahyangan pada Senin (20/03).
Menurutnya, dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan kampus perlu melibatkan mahasiswa dalam prosesnya. Karena pada dasarnya kebijakan yang dikeluarkan kampus akan berdampak langsung ke mahasiswa.
“Jangan karena selama ini mahasiswa tidak merespon setiap kebijakan yang dikeluarkan, kampus seenaknya” lanjutnya.
Sudah Dialog, Lalu Apa?
Pasca dialog Senat Mahasiswa dengan pihak terkait, Senat Mahasiswa mengatakan bahwa terdapat agenda untuk bernegosiasi dengan pihak terkait tentang kebijakan parkir ini.
“Jadi pihak kampus sama Jasa Marga membuka diri untuk kembali berdialog untuk merumuskan operasional yang tepat termasuk tarif parkir” Ujar Senat Mahasiswa.
Sebelum berdialog kembali, Senat Mahasiswa berupaya untuk mengadakan diskusi yang terbuka untuk seluruh mahasiswa bahkan tenaga kerja pendidik untuk menghadiri diskusi tersebut. Diskusi tersebut diharapkan mampu menghasilkan suatu kajian secara komprehensif untuk menjadi dasar yang kuat dalam bernegosiasi.
“Kami akan segera mengadakan diskusi terbuka. Tapi, kami belum bisa pastikan teknisnya bagaimana, yang jelas kami harap seluruh mahasiswa dapat hadir di acara tersebut” Lanjut Senat Mahasiswa.
Sama seperti Senat Mahasiswa, Kolektif Parahyangan Menggugat juga berupaya untuk membuat suatu kajian untuk menjadi dasar tuntutan terhadap kampus. Bahkan, KPM meminta kampus untuk membuka transparansi keuangan.
“Disitu (Surat Tanggapan Hasil Aspirasi Senat dengan Kampus) point pertamanya bilang bahwa pihak kampus tidak bisa spending terus, akibat dari pembangunan PPAG terdapat beberapa biaya tambahan. Kalau emang kaya gitu, maka coba buka transparansi keuangan, agar kami tahu” Ujar salah satu mahasiswa yang hadir di forum diskusi pada Tim Redaksi Media Parahyangan pada Senin (20/03).
Tidak Ada Pilihan
Yang menarik dalam peraturan internal kampus tentang pengambilan keputusan adalah Bagian Penjelasan Pasal 3 Ayat (2) Anggaran Dasar Persatuan Mahasiswa Unpar 2020.
Pasal 3 Anggaran Dasar Persatuan Mahasiswa Unpar 2020 PM 2020.
“bahwa Persatuan Mahasiswa berhak untuk memberi masukan terhadap rancangan keputusan universitas baik dalam bidang akademik maupun non akademik”
Bagian Penjelasan Pasal 3 Anggaran Dasar Persatuan Mahasiswa Unpar 2020 PM 2020.
“keputusan akhir tetap menjadi kewenangan pihak universitas.”
Singkatnya, dalam menentukan sebuah keputusan akhir, tetap menjadi kewenangan pihak universitas. Implikasi dari Pasal tersebut adalah ada atau tanpa masukan Persatuan Mahasiswa, pihak kampus tetap dapat mengeksekusi rancangan keputusan.
Pasal tersebut memang tidak bisa dianggap sebagai pasal yang bermasalah atau represif terhadap kebebasan mahasiswa, sebab dalam hubungan mahasiswa dengan kampus memang harus terdapat otoritas yang memegang kuasa keputusan.
Tetapi dalam konteks itu, artinya yang perlu didesak bukan hanya Persatuan Mahasiswa yang meliputi BEM, SM, BP, HMPS, UKM tetapi juga pihak kampus itu sendiri.
Bukan berarti pula, menghilangkan tanggung jawab dan peran Persatuan Mahasiswa khususnya BEM, SM, dan BP sebagai perwakilan mahasiswa secara keseluruhan. Meski pada akhirnya pihak kampus yang memutuskan, namun Persatuan Mahasiswa seharusnya tidak dengan mudah menggunakan Pasal tersebut sebagai alasan atas gagalnya usul dan/atau kritik yang disampaikan kepada pihak kampus.
Mahasiswa sebagai objek dalam kebijakan ini sudah sepatutnya memberikan perhatian penuh. Oleh karenanya, perhatian dan suara tersebut tidak hanya dapat diwakilkan terhadap wadah-wadah seperti Kolektif Parahyangan Menggugat atau Aspirasi Senat Mahasiswa saja. Singkatnya, seluruh mahasiswa yang merasa terdampak mempunyai hak yang sama untuk menyuarakan pendapat dengan caranya masing-masing.
“Kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati” – Pramoedya Ananta Toer dalam buku Bumi Manusia
Penulis: Muhamad Rizki Pirdaus dan Rariq Muhammad Ghani Ricky
Ilustrator: Yehezkiel Wahyudi Odo